</div
MENGENAL THORIQOH MU'TABARAH
Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thoriqoh, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridlo Allah.
Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, Aturuk biadadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan bermacam macam.
Kendati demikian orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena dinyatakan pula, Faminha Mardudah waminha maqbulah, yang artinya dari sekian banyak jalan itu, ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima.
Yang dalam istilah ahli Thoriqoh lazim dikenal dengan ungkapan, Mu'tabaroh. Wa ghoiru Mu'tabaroh.
KH. Dzikron Abdullah menjelaskan, awalnya Thoriqoh itu dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah, melalui malaikat Jibril.
Jadi, semua Thoriqoh yang Mu'tabaroh itu, sanad (silsilah)-nya muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi. Kalau suatu Thoriqoh sanadnya tidak muttashil sampai kepada Nabi bisa disebut Thoriqoh tidak (ghoiru) Mu'tabaroh.
Barometer lain untuk menentukan ke-mu'tabaroh-an suatu Thoriqoh adalah pelaksanaan syari'at.
Dalam semua Thoriqoh Mu'tabaroh syariat dilaksanakan secara benar dan ketat.
Diantara Thoriqoh Muktabaroh itu adalah :
Thoriqoh Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M). Thoriqoh Syathariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh 'Abd al-Rauf al-Sinkili ke Nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau. Thoriqoh Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din, berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu;
Pertama silsilah yang diterima dari Imam Maulana.
Kedua, silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan.
Ketiga, silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa' al-Qulub.
Thoriqoh ini berkembang di Minangkabau dan sekitarnya. Untuk mendukung kelembagaan Thoriqoh, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jama'ah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di propinsi-tetangga Riau dan jambi.
Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan Thoriqoh Syathariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan ziarah bersama ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.
Thoriqoh Naqsyabandiyah masuk ke Nusantara dan Minangkabau pada tahun 1850. Thoriqoh Naqsyabandiyah sudah masuk ke Minangkabau sejak abad ke 17, pintu masuknya me1alui daerah Pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam dan Limapuluh kota.
Thoriqoh Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini pada paruh pertama abad ketujuh belas oleh Jamal al-Din, seorang Minangkabau yang mula-mula belajar di Pasai sebelum dia melanjukan ke Bayt al-Faqih, Aden, Haramain, Mesir dan India.
Naqsyabandiyah merupakan salah satu Thoriqoh sufi yang paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim serta Turki, osnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.
Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun.
Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alfi Tsani (Pembaru Milenium kedua, w.1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan Thoriqoh tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah.
Ciri yang menonjol dari Thoriqoh Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati (Sirri).
Penyebaran Thoriqoh Naqsyabandiyah Khalidiyah ditunjang oleh ulama ulama Minangkabau yang menuntut ilmu di Mekah dan Medinah, mereka mendapat bai'ah dari Syekh Jabal Qubays di Mekah dan Syekh Muhammad Ridwan di Medinah.
Misalnya, Syekh Abdurrahman di Batu Hampar Payakumbuh (w. 1899 M), Syekh Ibrahim Kumpulan Lubuk Sikaping, Syekh Khatib Ali Padang (w.1936), dan Syekh Muhammad Sai'd Bonjol.
Mereka adalah ulama besar dan berpengaruh pada zamannya serta mempunyai anak murid mencapai ratusan ribu, yang kemudian turut menyebarkan Thoriqoh ini ke daerah asal masing masing Di Jawa Tengah Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyyah disebarkan oleh KH. Abdul Hadi Girikusumo Mranggen yang kemudian menyebar ke Popongan Klaten, KH. Arwani Amin Kudus, KH. Abdullah Salam Kajen Margoyoso Pati, KH. Hafidh Rembang.
Dari dari tangan mereka yang penuh berkah, pengikut Thoriqoh ini berkembang menjadi ratusan ribu. Ajaran dasar Thoriqoh Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat aspek pokok yaitu: syari'at, thariqat, hakikat dan ma'rifat.
Ajaran Thoriqoh Naqsyabandiyah ini pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Ajaran yang nampak ke permukaan dan memiliki tata aturan adalah khalwat atau suluk.
Khalwat ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang terpencil, guna melakukan zikir dibawah bimbingan seorang Syekh atau khalifahnya, selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari.
Tata cara khalwat ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging, ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari.
Begitu juga dilarang bergaul dengan suami atau istri; makan dan minumnya diatur sedemikian rupa, kalau mungkin sesedikit mungkin.
Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah..
Ahmadiyah didirikan oleh Ahmad ibn 'Aly (al-Husainy al-Badawy). Diantara nama-nama gelaran yang telah diberikan kepada beliau
ialah Syihabuddin, al-Aqthab, Abu al-Fityah, Syaikh al-'Arab dan al-Quthab an-Nabawy.
Malah, asy-Syaikh Ahmad al-Badawy telah diberikan nama gelar (laqab) yang banyak, sampai dua puluh sembilan nama.
Al-Ghautha al-Kabir, al-Quthab al-Syahir, Shahibul-Barakat wal-Karamat, asy-Syaikh Ahmad al-Badawy
adalah seorang lelaki keturunan Rasulullah SallAllahu 'alaihi wasallam, melalui Sayidina al-Husain.
Sholawat Badawiyah sughro dan Kubro, adalah sholawat yang amat dikenal masarakat Indonesia, dinisbatkan kepada waliyullah Sayid Ahmad Badawi ini, akan tetapi Tarekat badawiyah sendiri tidak berkembang secara luas di indonesia khususnya di Jawa
Abul Hasan Ali asy-Sadzili, merupakan tokoh Thoriqoh Sadziliyah yang tidak meninggalkan karya tulis di bidang tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib.
Ketika ditanya akan hal itu, ia menegaskan :"karyaku adalah murid muridku", Asadzili mempunyai murid yang amat banyak dan kebanyakan mereka adalah ulama ulama masyhur pada zamannya, dan bahkan dikenal dan dibaca karya tulisnya hingga hari ini.
Ibn Atha'illah as-Sukandari adalah orang yang pertama menghimpun ajaranajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah Thoriqoh Sadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan Thoriqoh Sadziliah, pokok-pokoknya, prinsip prinsipnya, yang menjadi rujukan bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Sebagai ajaran, Thoriqoh ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki.
Salah satu perkataan as-Sadzili kepada murid-muridnya: "Jika kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali".
Perkataan yang lainnya:
"Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.
" Selain kedua kitab tersebut, al-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari,
Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah'illah.
Thoriqoh Sadzaliah berkembang pesat di Jawa, tercatat Ponpes Mangkuyudan Solo, Kyai Umar , Simbah Kyai Dalhar Watucongol,
Simbah Kyai Abdul malik Kedongparo Purwokerto, KH.Muhaiminan Parakan, KH. Abdul Jalil Tulung Agung. KH . Habib Lutfi Bin Yahya, Pekalongan .Simbah KH.M.Idris, kacangan Boyolali, adalah pemuka pemuka Sadzaliah yang telah membaiat dan membina ratusan ribu bahkan jutaan murid Sadziliah.
Thoriqoh Qodiriyah dinisbahkan kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M.
Riwayat hidup dan keutamaan akhlak (Manaqib) Syech Abdul Qodir Jaelani ini, dikenal luas oleh masarakat Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan dibaca dalam acara-acara tertentu guna tabarruk dan tawassul kepada Syekh Abdul Qodir.
Thoriqoh Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, Thoriqoh ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M.
Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Syekh Abdul Qodir Jaelani.
Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, Thoriqoh Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M. Thoriqoh Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti Thoriqoh gurunya.
Bahkan dia berhak melakukan modifikasi Thoriqoh yang lain ke dalam Thoriqohnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Syekh Abdul Qadir Jaelani sendiri, "Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."
Seperti halnya Thoriqoh di Timur Tengah. Sejarah Thoriqoh Qodiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Mukarromah.
Thoriqoh Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.
Syekh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syekh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran Thoriqoh Qodiriyah. Murid-murid Syekh Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura, setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Thoriqoh Qodiriyah tersebut.
Di Jawa Tengah Thoriqoh Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah muncul dan berkembang antara lain dari Mbah Ibrahim Brumbung Mranggen diturunkan kepada antara lain KH. Muslih pendiri Ponpes Futuhiyyah ,Mranggen. Dari Kyai Muslih ini lahir murid-murid Thoriqoh yang banyak. Dan dari tangan mereka berkembang menjadi ratusan ribu pengikut.
Demikian pula halnya Simbah Kyai Siradj Solo yang mengembangkan Thoriqoh ini ke berbagai tempat melalui anak muridnya yang tersebar ke pelosok Jawa Tengah hingga mencapai puluhan ribu pengikut.
Sementara di Jawa Timur, Thoriqoh ini dikembangkan oleh KH. Musta'in Romli Rejoso Jombang dan Simbah Kyai Utsman yang kemudian dilanjutnya putra-putranya diantaranya KH. Asrori yang juga mempunyai murid ratusan ribu.
Di Jawa Barat tepatnya di Ponpes Suryalaya Tasikmalaya juga turut andil membesarkan Thoriqoh ini sejak mulai zaman Abah Sepuh hingga Abah Anom dan murid muridnya yang tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat.
Thoriqoh Alawiyyah berbeda dengan Thoriqoh sufi lain pada umumnya. Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) yang berat, melainkan lebih menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan. Sehingga wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski tanpa dibimbing oleh seorang mursyid.
Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad. serta beberapa ratib lainnya seperti Ratib Al Attas dan
Alaydrus juga dapat dikatakan, bahwa Thoriqoh ini merupakan jalan tengah antara Thoriqoh Syadziliyah (yang menekankan olah hati) dan batiniah) dan Thoriqoh Al-Ghazaliyah (yang menekankan olah fisik).
Thoriqoh ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai negara, seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).
Thoriqoh ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir-lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir-seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat. Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Baalwi, juga merupakan tokoh kunci Thoriqoh ini.
Dalam perkembangannya kemudian, Thoriqoh Alawiyyah dikenal juga dengan Thoriqoh Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Habib Abdullah al-Haddad, Attasiyah yang dinisbatkan kepada Habib Umar bin Abdulrahman Al Attas, serta Idrusiyah yang dinisbatkan kepada Habib Abdullah bin Abi Bakar Alaydrus, selaku generasi penerusnya.
Sementara nama "Alawiyyah" berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Thoriqoh Alawiyyah, secara umum, adalah Thoriqoh yang dikaitkan dengan kaum Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid – keturunan Nabi Muhammad SAW-yang merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat Hadhrami. Karena itu, pada masa-masa awal Thoriqoh ini didirikan, pengikut Thoriqoh Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid di Hadhramaut, atau Ba Alawi.
Thoriqoh ini dikenal pula sebagai Toriqotul abak wal ajdad, karena mata rantai silisilahnya turun temurun dari kakek, ayah, ke anak anak mereka, dan setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari non-Hadhrami. Di Purworejo dan sekitarnya Thoriqoh ini berkembang pesat, diikuti bukan hanya oleh para saadah melainkan juga masarakat non saadah , Sayid Dahlan Baabud, tercatat sebagai pengembang Thoriqoh ini, yang sekarang dilanjutkan oleh anak cucunya Umumnya, nama sebuah Thoriqoh diambil dari nama sang pendiri Thoriqoh bersangkutan, seperti Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani atau Naqsyabandiyah dari Baha Uddin Naqsyaband.
Tapi Thoriqoh Khalwatiyah justru diambil dari kata "khalwat", Yang artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati (w. 717 H), pendiri Thoriqoh Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat tempat sepi.
Secara "nasabiyah", Thoriqoh Khalwatiyah merupakan cabang dari Thoriqoh Az-Zahidiyah, cabang dari Al- Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Thoriqoh Khalwatiyah berkembang secara luas diMesir. Ia dibawa oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya Musthafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus, Syiria. Ia mengambil Thoriqoh tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan Thoriqoh ini di Mesir, tak heran jika Musthafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya. Karena selain aktif menyebarkan ajaran Khalwatiyah ia juga banyak melahirkan karya sastra sufistik. Diantara karyanya yang paling terkenal adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).
Thoriqoh Tijaniyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah sorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan. At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150/1737 di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru.
Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun.
Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan
selama lima tahun.
Di Indonesia, Tijaniyah ditentang keras oleh Thoriqoh-Thoriqoh lain. Gugatan keras dari kalangan ulama Thoriqoh itu dipicu oleh pernyataan bahwa para pengikut Thoriqoh Tijaniyah beserta keturunannya sampai tujuh generasi akan diperlakukan secara khusus pada hari kiamat, dan bahwa pahala yang diperoleh dari pembacaan Shalawat Fatih, sama dengan membaca seluruh al-Quran sebanyak 1000 kali.
Lebih dari itu, para pengikut Thoriqoh Tijaniyah diminta untuk melepaskan afiliasinya dengan para guru Thoriqoh lain, Meski demikian, Thoriqoh ini terus berkembang, utamanya di Buntet- Cirebon dan seputar Garut (Jawa Barat), dan Jati barang brebes, Sjekh Ali Basalamah, dan kemudian dilanjutkan putranya, Sjekh Muhammad Basalamah, adalah muqaddam Tijaniah di Jatibarang
yang pengajian rutinnya, dihadiri oleh puluhan ribu ummat Islam pengikut Tijaniah.
Demikian pula Madura dan ujung Timur pulau Jawa, tercatat juga, sebagai pusat peredarannya. Penentangan terhadap Thoriqoh ini, mereda setelah, Jam'iyyah Ahlith-Thariqah
An-Nahdliyyah menetapkan keputusan, Thoriqoh ini bukanlah Thoriqoh sesat,
karena amalan-amalannya sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Keputusan itu diambil setelah para ulama ahli Thoriqoh memeriksa wirid dan wadzifah Thoriqoh ini.
Thoriqah Sammaniyah didirikan oleh Syekh Muhammad Samman
yang bernama asli Muhammad bin Abd al-Karim al-Samman al-Madani al-Qadiri al-Quraisyi dan lebih dikenal dengan panggilan Samman.
Beliau lahir di Madinah 1132 H/1718 M dan berasal dari keluarga suku Quraisy.
Semula ia belajar Thoriqoh Khalwatiyyah di Damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya.
Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai
Thoriqoh Sammaniyah.
Sehingga ada yang mengatakan bahwa Thoriqoh Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.
Di Indonesia, Thoriqoh ini berkembang di Sumatera, Kalimantan dan Jawa.
Sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapatkan pengikut karena popularitas Imam Samman.
Sehingga manaqib Syekh Samman juga sering dibaca berikut dzikir Ratib Samman yang dibaca dengan gerakan tertentu.
Di Palembang misalnya ada tiga ulama Thoriqoh yang pernah berguru langsung pada Syekh Samman, ia adalah Syekh Abd Shamad, Syekh Muhammad Muhyiddin bin Syekh Syihabuddin
dan Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad.
Di Aceh juga terkenal apa yang disebut Ratib Samman yang selalu dibaca sebagai dzikir
(team Al Mihrab )
Siapa yang tidak kenal Syeikh Abdul Qadir Jailani seorang Sulthan Awliya (Raja Para Wali), pemegang jabatan Qutb (level tertinggi dalam hirearki kewalian), Ghawts A’zham (gelar ghauts menduduki jenjang ruhani dan keistimewaan kedua dalam hal memohon ampunan dan ridha Allah sesudah permohonan para nabi). Beliau lah yang menggegerkan dunia para Wali pada saat berkata: “kakiku berada ditengkuk seluruh wali” dan serentak pada saat itu para wali diseluruh dimensi membungkukkan badannya. Beliaulah yang bergaris silsilah dari ayah dan ibunya bersambung kepada Rasulullah SAW.
ilaa hadroti Syeikh ‘Abdul Qadir Jilani Al Baghdadi wa ushuulihi, wa furuu’ihi wa ahli silsilatihi alfaatihah….
Salah satu Maha Karya peninggalan beliau adalah sebuah Kidung Mistik yang dinamakan Qasidah Ghawtsiyyah.
Banyak sekali para Wali dan Ulama yang menerangkan karomah kegunaan dari qasidah ini… insya allah beberapa manfaatnya akan diterangkan kemudian…
berikut ini adalah teks Qasidah Ghawtsiyyah:
سـقانى الحب كأسـات الـوصـال * فـقـلت لخمـرتى نحـوى تعـالى
Saqaanil hubbu ka-saatil wishaali * Faqultu likhamrati nahwii ta’aalii
سعـت ومشـت لنحـوى فى كؤس * فهـمـت بسكـرتى بين الـمـوالى
Sa’at wamasyat linahwii fi ku-uusin * Fahimtu bisukratii baynal mawaalii
فـقـلت لسائـرالاقـطاب لـمـوا * بـحـالى ودخـلـوا انتـم رجــالى
Faqultu lisaa-iril aqthaabi lummuu * Bihaali wad khulu antum rijaalii
وهـمـوا وشـربوا انتـم جـنودى * فـساقـى الـقـوم بالـوا فـى مـلال
Wahummuu wasyrabuu antum junudii * Fasaaqil qawmi bil waafi malaali
شـربتـم فضلتى من بعـد سكـرى * ولانـلـتـم عـلــوى و اتـصـالى
Sharibtum fudlati mim ba’di sukri * Wala niltum uluwwii wat tishaalii
مـقامكـم العـلى جمـعا ولـكـن * مـقـامى فـوقـكم مـازال عـالى
Maqaamukumul ‘ulaa jam’aw walaa kin * Maqaamii fawqakum ma zaa la ‘aalii
انا فى حضـرة التقـريب وحـدى * يصـرفـنـى وحسـبـى ذوالجـلال
Ana fi hadlratit taqriibi wahdii * Yusharrifuni wahasbii dzul jalaali
اناالـبـازى اشـهـب كـل شـيخ * ومن ذا فى الرجال اعـطى مـثالى
Anal baaziyyu asyhabu kulli shaykin * Waman dzaa fir rijaali u’thiya mitsaalii
كـسانـى خـلعة بطـراز عـزم * وتـوجـنـى بـتـيـجان الكـمال
Kasaanii khil’atan bithiraazi azmin * Wa tawwajanii bitiijaanil kamaali
واطـلعـنى عـلى سـر قـديـم * وقـلـدنـى واعـطانـى ســؤالى
Wa athla-ani ‘alaa sirrin qadiimin * Waqalladani wa a’thaani su-aalii
ووالانى عـلى الاقـطاب جـمـعا * فـحـكـمى نافـذ فـى كـل حال
Wa waalaanii alal aqthaabi jam’an * Fa hukmii naafidzin fii kulli haali
فلـوالـقـيـت سـرى فـى بحار * لصـارالـكـل غـورا فى الـزوال
Falaw alqaytu sirrii fii bihaarin * Lashaaral kullu ghawran fiz zawaali
ولـوالـقـيـت سـرى فى جـبال * لـد كـت واخـتـفـت بـين رمال
Walaw alqaytu sirrii fii jibaalin * Ladukkat wakhtafat baynar rimaali
ولـوالـقـيـت سـرى فـوق نار * لـخـمـدت وانـطـفت من سـرحالى
Walaw alqaytu sirrii fawqa naarin * Lakhamidat wanthafat min sirri haali
ولـوالـقـيـت سـرى فـوق مـيت * لـقام بـقـدرة الـمـولى تـعـالى
Walaw alqaytu sirrii fawqa maytin * Laqaama biqudratil mawlaa ta’aali
ومامـنها شــهـور او دهــور * تـمـروتـنـقـضـى الا اتــالى
Wamaa minhaa syuhuurun aw duhuurun * Tamurru watanqadii illaa ataali
وتـخـبرنـى بما يأتـى ويجـرى * وتـعـلـمنى فاقـصـر عـن جدالى
Watukhbirunii bimaa ya-tii wa yajrii * Watu’limunii fa-aqsir an jidaalii
مـريدى هـم وطب وشـطح وغـنى * وافـعـل ماتـشـأ فـالاسـم عـالى
Muriidii him wathib wasythah waghannii * Wa-if’al maa tasyaa-u fal-ismu ‘aalii
مـريدى لا تـخـف الـلـه ربـى * عـطانـى رفـعة نـلـت الـمـنالى
Muriidii laa takhaf allahu rabbii * Athaanii rif’atan niltul manaalii
طبولى فى السـماء والارض دقـت * وشــاؤس السـعـادة قـد بـدالـى
Thubuu lii fis-samaa-i wal ardli duqqat * Wa syaa-usyus sa’aadati qad badaalii
بلاد اللـه ملـكـى تحـت حـكمـى * ووقـتـى قـبل قـلـبى قـد صـفالى
Bilaadullaahi mulkii tahta hukmii * Wa waqtii qabla qalbi qad shafaalii
نـظـرت الى بلاد اللـه جـمـعا * كـخـردلة عـلى حـكـم اتـصـال
Nazhartu ilaa bilaadillaahi jam’an * Ka khardalatin alaa hukmit tishaali
درسـت العـلم حتى صـرت قـطبا * ونـلـت الـسعـد من مولى المـوالى
Darastul ‘ilma hatta sirtu qutban * Waniltus sa’da mim mawlal mawaali
رجالى فـى هـواجـرهـم صـيام * وفـى ظلـم اللـيـالـى كالـلالـى
Rijaalii fii hawa jirihim siyaamun * Wafi zulamil layaalii kal la-aali
وكــل ولــى لـه قـدم وانـى * عـلى قـدم النبـى بـدر الـكـمال
Wakullu waliyin lahu qadamun wa innii * Alaa qadamin nabbiyi badril kamaali
نبى هاشـمى مـكـى حـجـازى * هـوجـدى بـه نـلـت الـمــوال
Nabiyyun haasyimiyyun makiyyun hijaazi * Huwa jaddi bihii nalail mawaali
مـريدى لا تـخـف واش فـانـى * عـزوم قـاتـل عـنـد الـقـتـال
Muriidii laa takhaf waasyin fa inni * ‘Azuumun qaatilun ‘indal qitaali
انا الجـيلى محى الـدين اسـمـى * واعـلامـى عـلـى رأس الـجـبال
Anal Jiilii Muhyiddiin ismii * Wa a’laamii ‘alaa ra’sil jibaali
اناالحـسـنى والـمـخـدع مقامى * واقـدامـى عـلى عـنـق الـرجال
Anal hasani wa makhda’u maqaamii * wa aqdaamii ‘alaa ‘unuqir rijaali
وعـبد القادر المـشهـور اسـمـى * وجـدى صـاحـب العـين الـكمـال
Wa ‘abdul qaadiril masyhuuru ismii * wa jaddi shaa-hibul ‘ayniil kamaali
Beberapa karomah Qasidah Ghautsiyah dari Hadhrat Muhyiddin Syeikh Sayyid Abdul Qadir Jilani:
Jika dibaca 11 kali setiap hari:
- ia akan merasa dekat dengan Allah
- daya ingatnya akan semakin kuat, apa yang ia lihat, ia dengar dan ia ucapkan akan meresap
- dapat mempelajari bahasa arab dengan cepat
- untuk hajat khusus dibaca selama 40 hari insha allah maqbul
- barang siapa yang menuliskannya dengan lengkap, lalu membacanya setiap hari 3 kali, atau jika ia tidak tahu cara membacanya, ia mendengarkannya dari orang lain, dan dirinya merasa tidak terpisahkan dengan qasidah ini, memiliki keyakinan dan kecintaan yang besar terhadap apa yang ia baca/dengar, insha allah akan bertemu dengan Sang Wali Qutb.
- dengan membaca qasidah ini, nisbah (spiritual connection) akan terbentuk antara si pembaca dengan Sang Wali Qutb
Bahkan setiap bait dari Kidung Mistik tersebut memiliki karomah tersendiri seperti halnya Kidung Jaljalut. Sebagai contoh, bait pertama dan kedua jika dibaca sesuai kaedahnya insha allah akan dibukakan dadanya terhadap berbagai macam ilmu dari dimensi tinggi (laduni) dan bait keempat berfungsi untuk meningkatkan kekuatan energy tubuh. Masih banyak lagi karomah dari Qasidah ini..
Semoga Bermanfaat!
Setelah kita menguasai cara membuat tabel sa’at al-kawakib pada artikel yang lalu, sekarang kita bisa mengaplikasikannya untuk mencari waktu baik dan waktu tidak baik untuk melakukan suatu praktek ilmu hikmah. Saya telah meringkas keterangan untuk saat baik dan saat na’as ini dari kitab Syamsul Ma’arif Al-Kubra karya Imam Ahmad bin Ali Al-Buni halaman 15-17. Dan berikut ini adalah tabelnya:
Untuk membaca tabel ini, saya membagi sa’at menjadi 4 kategori:
- Sa’at Baik Sekali , bertanda highlight hijau pada tabel
- Sa’at Baik , bertanda font hijau pada tabel
- Sa’at Kurang Baik , bertanda font merah pada tabel
- Sa’at Buruk , bertanda highlight merah pada tabel
Secara umum, jika anda akan melakukan suatu amalan ilmu hikmah atau misalnya akan melakukan suatu hal yang baik seperti berdagang/membuat kesepakatan/menikah/melakukan perjalanan upayakan dilakukan pada waktu yang bertanda highlight (stabilo) hijau pada tabel dan hindari highlight merah. Boleh juga dilakukan pada sa’at yang bertanda font hijau, tetapi usahakan tidak pada sa’at yang bertanda font merah.
Sa’at yang ditandai dengan font merah hanya cocok diisi dengan amalan-amalan ilmu ghaib yang bertujuan negatif seperti memisahkan pasangan, menceraiberaikan musuh, menghancurkan musuh, perang ghaib dll.
Demikian semoga bermanfaat!
Kemarin kakak perempuan saya bercerita tentang suatu keluarga yang kebetulan saya juga mengenal keluarga tersebut. Keluarga yang cukup harmonis, tidak kekurangan dalam segi materi (kaya). Keluarga itu mempunyai beberapa orang anak perempuan.
Salah satu dari anak perempuan itu menderita suatu penyakit yang berkaitan dengan tulang. Terkadang jika rasa sakit itu datang, dia tidak mampu untuk bangun sendiri dan harus di papah oleh 2 orang. Continue Reading
Sayyidina Ali berkata: “Awal-awalnya Agama itu ma’rifat.”
AWWALUDDIN MA’RIFATULLOH.
Ma’rifatulloh itu paling awal.
Sudah selama itu tidak lewat situ (Ma’rifatulloh). Kalau tidak lewat situ lewat mana? Masuk rumah tidak melalui pintunya. Continue Reading
Terlebih dahulu menerangkan jalan menuju Alloh. Ada beberapa jalan menuju Alloh, yaitu Jalan Syari’at, Jalan Thoriqoh dan Jalan Haqiqat. Di dalam Syahadat ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
- Di dalam Sholat ada Syari’at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
- Di dalam Puasa ada Syari’at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
- Di dalam Zakat ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
- Dan di dalam Ibadah Hajj i juga ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya. Continue Reading
Allah menciptakan para setiap hamba agar selalu mengingat-Nya, dan Dia menganugerahkan rezeki kepada setiap makhluk ciptaan-Nya agar mereka bersyukur kepada-Nya. Namun, mereka justru banyak yang menyembah dan bersyukur kepada selain Dia.
Tabiat untuk mengingkari, membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, Anda tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari kebaikan yang pernah Anda berikan, mencampakkan budi baik yang telah Anda tunjukkan. Lupakan saja bakti yang telah Anda persembahkan. Continue Reading
APAKAH AMAL SHOLEH ITU?.
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali keterangan tentang amal sholeh, amal sholeh itu pasti gandeng dengan amanu seperti di dalam Al-Qur’an surat Wal-Asri.
WAL’ASRI (1) INNAL INSAANA LAFII KHUSRIN (2) ILLAL LADZIINA AAMANUU WA ‘AMILUSH SHOOLIHAATI WATAWAA SHOUBIL HAQQI WATAWAA SHOUBISH SHOBRI (3).
“Perhatikanlah waktu (1). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2). Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan orang-orang yang saling berpesan akan kebenaran dan berpesan akan kesabaran (3)”.
Ayat ini menerangkan tentang amal sholeh. Amal sholeh adalah salah satu berlian dari empat berlian yang ada pada jisim bani Adam, empat berlian tersebut adalah berlian ruhaniyyah bukan berlian benda (jamaniyyah). Apakah yang dinamakan amal sholeh itu?. Continue Reading
Pada suatu waktu, dalam pengajian khusus, Sang Guru memberikan kritikan pahit pada media cetak resmi di sekolah kami. Kami semua tertegun. Sepertinya Sang Guru sudah tidak bisa menahan lagi melihat kenyataan yang demikian itu. Media cetak yang bermotto JENDELA ***, Beliau katakan yang pas adalah JENDELA GOMBALIYYAH, karena tidak bermutunya.
Ya, kami menyadari memang demikian adanya, media cetak resmi di sekolah kami hanya menonjolkan iklan dan urusan dhohir semata. Media yang seharusnya meyuarakan TASAWWUF hanya berisi berita-berita seperti infotainment.